‘Customers First’: Antara Kecerdasan Buatan dan Intuisi Manusia

Selasa, 07 September 2021 | 14:06
pixabay.com

Ilustrasi Belanja Online

​​​​ HAI-Online.com – Ungkapan ‘Pelanggan adalah Raja’ seolah udah menjadi mantra bagi seluruh produsen barang dan jasa sejak dahulu kala. Di setiap perusahaan, pelanggan adalah pemangku kepentingan utama demi kelangsungan bisnis perusahaan dan merupakan bagian penting yang selalu masuk dalam strategi bisnis sebuah perusahaan.

Namun saat ini, benarkah pelanggan masih dianggap sebagai raja, mengingat loyalitas pembeli produk atau jasa sangat mudah teralihkan? Bagaimana perusahaan dapat menjaga hubungan dengan pelanggan dalam lingkungan dimana rentang perhatian dan kesabaran semakin menipis? Bagaimana menyiasati kebutuhan membangun hubungan dengan pelanggan dengan keterbatasan waktu dan sumber daya?

Pelanggan atau customers umumnya merujuk pada perseorangan atau institusi yang bertransaksi barang atau jasa secara rutin dan berkesinambungan dan di era serba instan dan dengan berbagai pilihan yang mudah ditemui seperti sekarang ini. Menjaga rutinitas dan kesinambungan hubungan antara penyedia produk dan jasa dengan pelanggan semakin krusial. Tanpa adanya layanan pelanggan yang baik dalam arti respons yang cepat, tepat dan efisien, dengan mudah orang dapat beralih ke produk atau jasa yang disediakan oleh institusi lainnya.

Hampir setiap perusahaan pasti memiliki divisi Hubungan Pelanggan atau Customer Care karena divisi Customer Care merupakan salah satu bagian penting dari kelangsungan sebuah perusahaan. Nggak heran divisi ini seringkali menjadi ujung tombak perusahaan dalam membina dan menjaga hubungan baik dengan pelanggan.

Namun seiring dengan perjalanan waktu, ‘pelanggan’ nggak lagi hanya terbatas mengacu pada pembeli produk dan jasa, namun juga melebar kepada mitra kerja atau sellers/ penjual yang menjual produk atau jasanya di platform sosial seperti eCommerce.

Pasalnya, saat ini hubungan antara penjual dan pembeli atau pelanggan mencakup berbagai dimensi, baik transaksi jual beli secara langsung di tempat, melalui media sosial (social commerce), hingga masuk ke wadah platform—mencakup jumlah keterhubungan yang sangat besar, kemampuan perusahaan untuk dapat beradaptasi dan lincah dalam inovasi layanan pelanggan menjadi sangat krusial.

Baca Juga: Inilah 6 Posisi yang Paling Banyak Dibutuhkan di Dunia E-commerce

Pertanyaan atau keluhan dari pelanggan kini nggak terbatas pada saluran-saluran yang tersedia, namun juga melebar ke saluran-saluran informal. Penting bagi perusahaan untuk selalu memantau kondisi pelanggan yang mungkin muncul di saluran-saluran nggak resmi dengan tetap menyediakan saluran resmi sebagai prioritas dalam memberikan perhatian langsung kepada para pelanggan.

Kebanyakan perusahaan baik produsen maupun pemberi jasa kini mulai menerapkan dan memprioritaskan sistem bisnis yang berorientasi kepada pelanggan atau Customers First.

Hal ini bukan sesuatu yang mudah dilakukan, karena dengan mengadopsi sistem tersebut, perusahaan harus benar-benar menerapkan perubahan strategi yang terkait dengan struktur organisasi, sistem informasi, proses bisnis, teknologi dan tentunya sumber daya manusia.

Terus, apakah teknologi dapat menggantikan peran manusia?

Pexels/Negative Space

Ilustrasi belanja online

Semenjak pandemi, terjadi peningkatan jumlah pelanggan produk dan jasa yang beralih ke eCommerce yang menjadi tempat utama dalam bertransaksi. Seiring dengan banyaknya pelanggan yang harus beralih ke transaksi online yang umumnya lebih bersifat ‘always on’ memacu divisi layanan pelanggan untuk selalu beradaptasi dengan kontak yang masuk. Salah satu cara beradaptasi adalah dengan menerapkan artificial intelligence (kecerdasan buatan) atau AI.

Penggunaan AI dalam bentuk chatbot bukanlah hal yang baru di dunia layanan pelanggan saat ini—hampir semua perusahaan terutama yang berfokus pada layanan jasa menggunakan teknologi ini untuk membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sering diajukan oleh pelanggan.

Penerapan AI di divisi layanan pelanggan membantu mempercepat penyelesaian kontak atau pertanyaan yang masuk, terutama untuk pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya rutin. Tujuan utamanya tentu untuk meningkatkan kepuasan dan pengalaman pelanggan yang menghubungi melalui kecepatan dan kenyamanan bagi pelanggan untuk pertanyaan sederhana dan rutin, sehingga agen layanan pelanggan dapat fokus pada memberikan bantuan untuk kasus-kasus yang lebih kompleks. Umumnya penggunaan chatbot dapat meningkatkan response rate kepada pelanggan karena kecepatannya dalam menjawab dan mengurangi waktu tunggu.

Namun bagaimana agar penggunaan chatbot dengan pertanyaan berulang justru nggak membuat pelanggan merasa diabaikan? Bagaimana dengan penggunaan bahasa sehari-hari yang beragam seperti di Indonesia? Peran pelatih atau trainer untuk AI sangatlah penting di sini.

Trainer AI harus memiliki pemahaman mendalam terhadap tren dan kebiasaan penggunaan bahasa tulis termasuk bahasa daerah, istilah, singkatan dan lain sebagainya. Pelatihan terhadap chatbot dilakukan secara intensif setiap hari agar chatbot mampu mengikuti percakapan yang terjadi. Disinilah peran penting staf layanan pelanggan senior – yang sudah memahami cara, gaya dan nada bicara pelanggan termasuk beberapa istilah yang mungkin bukan bahasa baku.

Di platform eCommerce seperti Lazada, penggunaan chatbot nggak terbatas pada komunikasi dengan pelanggan, namun juga dikemas untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari sellers.

Ferry Kusnowo, Chief Customer Officer, Lazada Indonesia mengungkapkan, chatbot bahkan berperan untuk membantu sellers menjawab pertanyaan-pertanyaan dari pelanggan mereka. Penggunaannya membantu penyelesaian inkuiri rutin serta mendorong efisiensi dan kinerja layanan pelanggan.

Penerapan kecerdasan buatan di Lazada nggak terbatas pada membantu layanan bagi pelanggan dan penjual saja. Sejak awal 2021, seiring dengan meningkatkan jumlah pesanan yang masuk selama pandemi, para penjual di platform kewalahan dalam menjawab inkuiri dari pembeli secara cepat (di bawah 30 menit).

“Oleh karena itu, teknologi AI juga diperkenalkan untuk membantu mereka dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dari pembeli,” tutur Ferry.

Baca Juga: Lazada Gandeng Megabintang Hallyu, Hyun Bin, sebagai Brand Ambassador Regional Pertama untuk LazMall

Chatbot bisa ngerespon lebihcepet

Chatbot untuk penjual ini udahbuilt-in di saluran pesan antara pembeli dan penjual di aplikasi dengan basis data yang luas sehingga dapat menjawab seluruh pertanyaan dasar untuk pembeli potensial selama 24/7 dan dapat disesuaikan oleh penjual agar mereka dapat memasukkan persona mereka dalam merespon.

Bahkan dengan menggunakan chatbot ini, nggak saja pertanyaan dapat dijawab lebih cepat, penjual juga mendapatkan potensi pembelian lebih tinggi karena dengan jawaban yang cepat, pembeli cenderung akan lebih cepat melakukan pembelian dan pembayaran.

Dengan semakin canggihnya teknologi, layanan chatbot tentunya dituntut untuk bisa semakin menyerupai komunikasi manusia.

“Apalagi dengan kondisi saat ini yang serba virtual dan instan, layanan pelanggan yang cepat, tepat dan efisien akan meningkatkan kenyamanan dan kepuasan pelanggan dalam bertransaksi,” papar Ferry.

Oleh karena itu, peran manusia dalam layanan pelanggan nggak akan hilang namun dapat berganti menjadi trainer bagi AI, agar chatbot yang digunakan dapat selalu termutakhirkan akan segala tren, istilah, dialek, cara bicara tulisan sehingga dapat memahami pertanyaan yang diajukan secara menyeluruh demi kenyamanan dan kepuasan pelanggan.

Baca Juga: Belanja Online Lagi Marak, Pos Indonesia Beroperasi 24 Jam Tanpa Libur Mulai Juni 2021

Di sisi lain dengan semakin dalamnya penetrasi penggunaan eCommerce dalam kehidupan sehari-hari, pertanyaan yang diajukan oleh pelanggan juga semakin meningkat kerumitannya.

Nah di sinilah kontak langsung ke live agent dengan kapabilitas manusia yang intuitif terhadap beragam situasi dan kondisi menjadi krusial. Peran live agents akan fokus dan diprioritaskan pada penyelesaian pertanyaan-pertanyaan yang lebih bersifat jauh lebih kompleks dan belum dapat ditangani oleh teknologi chatbot.

“Dengan chatbot platform eCommerce seperti Lazada akan selalu ada dan dapat melayani pertanyaan dari pelanggan dan penjual setiap saat, 24/7-365,” jelasnya.

Teknologi AI dapat berfungsi dengan optimal dan intuitif melalui pelatihan dan masukan dari manusia namun sentuhan serta pengalaman manusia yang kaya tetap memiliki peran yang sangat penting bagi layanan pelanggan yang baik.

Baik chatbot maupun live agent punya peran yang sama pentingnya, karena keduanya saling mendukung untuk mencapai tujuan layanan pelanggan yang optimal: memberikan kepuasan, kenyamanan dan pengalaman berbelanja terbaik bagi customer.

Selamat Hari Pelanggan Nasional! (*)

Oleh: Ferry Kusnowo – Chief Customer Officer, Lazada Indonesia

Editor : Alvin Bahar

Baca Lainnya