Dokter Perempuan Pertama di STOVIA, Marie Thomas Ulang Tahun ke-125 Lahirnya di Minahasa

Rabu, 17 Februari 2021 | 11:21

Dokter Perempuan Pertama di STOVIA, Marie Thomas Ulang Tahun ke-125 Lahirnya di Minahasa

HAI-Online.com- Tahukah kamu hati ini Google Doodle menampilkan sosok dokter perempuan yang sedang menggendong seorang bayi. Sosok itu adalah Marie Thomas.

Yap, bukan tanpa sebab Google menjadikannya sebagai Google Doodle pada Rabu (17/2/2021) ini karena hari ini merupakan hari ulang tahun mendiang Marie Thomas yang ke-125.

Marie Thomas itu lahir pada 17 Februari 1896 di Minahasa, Sulawesi Utara lho.

Baca Juga: Dokter Ini Berhasil Ngeluarin Koin yang Nyangkut di Hidung Pasien Selama 50 Tahun

Melansir Kompas.com, 28 Juni 2020, dia adalah dokter perempuan pertama di Indonesia.

Marie Thomas ini lulusan School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA) atau sekolah kedokteran padamasa Hindia Belanda.

Pada saat sekolah ini dibentuk pada 1 Maret 1902 silam. Sekolah kedokteran STOVIA cumamenerima murid laki-laki saja.

Sampai, pada 1912 masuklah seorang perempuan berusia 16 tahun bernama Marie Thomas ke STOVIA itu.

Marie merupakan perempuan pertama yang masuk ke sekolah kedokteran itu.

Tak hanya itu, dia juga merupakan satu-satunya murid perempuan di antara 180 murid laki-laki.

Masuknya Marie ke STOVIA tidak lepas dari peran Aletta Jacob (dokter perempuan pertama di Belanda).

Ketika sedang melakukan tur keliling dunia, Aletta Jacobs mengunjungi Hindi Belanda di Batavia pada 18 April 1912.

Aletta Jacob mendesak Gubernur Jenderal A.W.F. Idenburg agar perempuan bumiputra diizinkan mendaftar dan memperoleh pendidikan kedokteran di STOVIA.

Desakan tersebut akhirnya membuahkan hasil.

Kemudian Marie Thomas masuk ke STOVIA setelah mendapat dukungan beasiswa dari Studiefonds voor Opleiding van Vrouwelijke Inlandsche Artsen (SOVIA).

Marie Thomas

Tidak hanya desakan Aletta, sumber lain menyebut yang meloloskan Marie Thosmas ke sekolah kedokteran STOVIA seperti yang tertulis dalam buku Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Sulawesi Utara (1978) karya Bambang Suwondo, ternyata di daerah Minahasa sudah sejak sebelum kedatangan bangsa barat kaum wanita dipandang sederajat dengan kaum laki-laki.

Baca Juga: Simak 10 Jurusan Saintek dan Soshum UGM yang Paling Diminati

Di sekolah yang diselenggarakan Zending maupun pemerintah, terdapat murid-murid perempuan bercampur dengan murid laki-laki.

Banyak perempuan Minahasa yang telah menempuh tingkat pendidikan tinggi sebelum hal serupa dicapai oleh perempuan Indonesiadari daerah-daerah lainnya.

Nah, perjuangan Marie Thomas merantau ke Batavia, masuk dan belajar di STOVIA telah menjadi contoh baik bagi para perempuan Indonesia lainnya.

Apalagi dengan mengambil jurusan yang tepat, ketika dia lulus sepuluh tahun dari STOVIA. Pada 1922, Marie thomas telah menjadi ahli ginekologi dan kebidanan pertama di Indonesia.

Dia juga merupakan yang pertama mendapat gelar Indisc Arts (dokter Hindia) danbekerja di Centraal Burger Ziekenhuis di Weltevreden (sekarang Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo).

Selama menjadi dokter, ia sering melakukan penelitian di bidangnya dan sering membantu perempuan yang mengalami kesulitan dalam persalinan.

Kehidupannya semakin berkembang, Marie Thomas menikah dengan seorang dokter juga bernama Mohammad Joesoef pada 16 Maret 1929, lalu berangkat ke Padang, Sumatera Barat yang merupakan kampung halaman suami.

Baca Juga: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia - UI Salemba

Di sana, Marie Thomasbekerja di Layanan Kesehatan Masyarakat setempat atau yang kala itu disebut Dienst der Volsgezondheid.

Setelah menetap selama beberapa tahun di Padang, dia kembali ke Batavia. Di sana dia menjadi anggota partai Persatuan Minahasa.

Pada 1950, dia kembali lagi ke Sumatera Barat.

Di Bukittinggi dia mendirikan sekolah kebidanan. Sekolah tersebut merupakan yang pertama di Sumatera dan yang kedua di Indonesia.

Lewat STOVIA, semangat kebangkitan nasional terbentuk dan pada masa itu dikenal sebagai masa kebangkitan nasional dan menjadi masa yang penting bagi pendidikan kedokteran di Indonesia. (*)

Editor : Al Sobry

Baca Lainnya