Hai-online.com -Gubernur Beirut Marwan Abboud mengatakan ledakan besar yang terjadi di Beirut, Lebanon pada Selasa (4/8/2020) mengingatkannya pada peristiwa bom atom Hiroshima dan Nagasaki di Jepang saat Perang Dunia II.
Dalam ledakan di Beirut tersebut, sebanyak 73 orang tewas dan 3.700 orang terluka di seantero ibu kota dalam insiden tersebut.
Pihak berwenang juga menyampaikan korban tewas dan luka-luka masih dapat terus bertambah menyusul evakuasi dan penyelamatan yang masih berlangsung.
"Peristiwa ini mirip dengan apa yang terjadi di Jepang, di Hiroshima dan Nagasaki. Dalam hidup saya, saya belum pernah melihat kehancuran dengan skala besar seperti ini. Ini adalah bencana nasional," ujar Abboud seperti dikutip CNN.
Baca Juga: Pasca Ledakan di Lebanon, Ariana Grande Gercep Bikin Penggalangan Dana untuk Korban di Beirut
2.750 ton amonium nitrat
Sementara itu, Perdana Menteri Hassan Diab menyatakan, sebanyak 2.750 ton amonium nitrat yang merupakan pupuk pertanian disinyalir menjadi penyebab insiden.
Masih dari sumber yang sama, amonium nitrat adalah bahan utama dalam pupuk dan beberapa jenis bahan peledak. Zat tersebut telah digunakan dalam serangan teror, termasuk pemboman Gedung Federal Alfred P. Murrah di Kota Oklahoma pada tahun 1995.Pupuk itu, kata PM Diab, disimpan selama bertahun-tahun dalam gudang di tepi laut. "Tidak dapat diterima ada 2.750 amonium nitrat disimpan di gudang selama enam tahun, tanpa adanya langkah pengamanan sehingga membahayakan keselamatan warga," kata Diab.
"Saya tidak akan beristirahat sampai kita menemukan orang-orang yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi, meminta pertanggungjawaban mereka, dan menjatuhkan hukuman maksimum," imbuhnya. Dilansir AFP , Selasa (4/8/2020),
Diab menegaskan mereka akan segera menggelar penyelidikan untuk mengetahui siapa yang bertanggung jawab.
"Apa yang terjadi hari ini tidak akan dibiarkan begitu saja. Mereka yang bertanggung jawab akan menerima akibatnya," janjinya.
Baca Juga: Selundupin Narkoba ke Penjara, Kucing Ini Berulah dan Ditangkap PolisiLebanon alami krisis ekonomi
Sebelum diguncang ledakan dahsyat, Lebanon telah lebih dahulu menghadapi krisis finansial yang membawa ancaman besar terhadap stabilitas sejak perang sipil 1975-1990. Akibatnya, Menteri Luar Negeri Lebanon Nassif Hitti mengundurkan diri atas apa yang disebut sebagai kurangnya keinginan politik untuk melakukan reformasi.
Para pendonor asing telah menegaskan nggak bakal ada bantuan sampe Beirut memberlakukan reformasi yang telah lama ditunda untuk menangani limbah negara dan korupsi, penyebab-penyebab utama keambrukan itu.Pembicaraan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) telah ditunda di tengah perdebatan terkait skala kerugian finansial.
"Mengingat tidak adanya keinginan efektif untuk mencapai reformasi yang struktural dan komprehensif yang telah didesak oleh masyarakat kita dan komunitas internasional, saya telah memutuskan untuk mundur," kata Hitti seperti dikutip Reuters, Senin (3/8/2020).
"Saya mengambil peran dalam pemerintahan ini untuk bekerja pada satu pimpinan yaitu Lebanon, lalu saya menemukan di negara saya berbagai bos dan kepentingan yang saling berkontradiksi," katanya.
"Apabila mereka tidak bersatu demi kepentingan menyelamatkan masyarakat Lebanon, jangan sampai, kapal ini tenggelam dengan semua yang ada di dalamnya," ucap Hitti. (*)