HAI-ONLINE.COM - Ada dua hal viral seminggu belakangan: kisah si jenius Audrey Yu Jia Hui dan Spider-Man: Far From Home.Dua hal tersebut emang beda. Audrey Yu Jia Hui adalah cewek muda jenius yang kisah hidupnya yang keren mencuat di media sosial. Sementara Spider-Man: Far From Home adalah film terbaru Sony Pictures yang merupakan kelanjutan Marvel Cinematic Universe.Namun dua hal tersebut ngasih kita pelajaran yang sama: Kita harus cari tau, check dan re-check, sebelum memercayai suatu hal, meskipun itu baik.Yap, Audrey dan film teranyar Spider-Man memang menggambarkan sesuatu yang membanggakan dan keren, tapi kenyataannya hanya hoaks belaka.Kisah Audrey Yu Jia Hui seperti too good to be true. Dirinya memang jenius dan membanggakan, tapi narasi di Twitter terlalu lebay, bahkan beberapa hanyalah hoaks.
Sejumlah tweet viral menyebutkan Audrey kerja di NASA hingga S3 di Prancis. Sementara kalo baca biografi yang Audrey pajang di situsnya, nggak ada informasi tersebut.
Baca Juga: Kejanggalan Kisah Viral Si Jenius Audrey Yu Jia Hui: Dari S3 di Prancis Hingga Kerja di NASA
(Ada spoiler Spider-Man: Far From Home di paragraf selanjutnya. Kalo lo belum nonton dan anti spoiler, sebaiknya jangan lanjut)
Dari beberapa kasus hoaks yang kerap terlihat, pelaku penyebaran yang tertangkap kepolisian kebanyakan masih berstatus pelajar.Berdasarkan data Kementerian Kominfo RI, di akhir tahun 2016 ada 800 ribu situs yang terindikasi menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian. Hoaks banyak tersebar melalui media sosial.
Berita hoaks atau bohong di dunia maya seringkali berdampak langsung di kehidupan nyata.
Misalnya saja aksi kekerasan antar kelompok atau hancurnya reputasi seseorang atau suatu perusahaan.
Menurut Wakil Ketua Divisi Humas & Publikasi PERHUMAS, Henny Puspitasari, pada acara acara seminar dan pelatihan “Kickout hoaks : Indonesia Ramah Bersosmed”, remaja merupakan sasaran empuk penyebar hoaks karena cenderung emosional.
Mereka cenderung mengambil keputusan secara impulsif berdasarkan emosi. Hal inilah yang kemudian dimanfaatkan para penyebar hoaks untuk menyebar dan menanamkan paham yang keliru pada generasi muda.
“Bentuk saluran hoaks terbesar datang dari media sosial seperti facebook, twitter, instagram serta media sosial lainnya dengan presentase angka 92,40% lalu disusul dengan Aplikasi berbasis chatting dengan 62,80%, lalu Situs web dengan 34,90% dan diikuti beberapa saluran lainnya,” papar Henny dalam acara yang digelar di SMAN 32 Jakarta tersebut.
Beliau menghimbau untuk berhati-hati dalam menggunakan media sosial. Apa yang disebarkan melalui media sosial akan menjadi rekam jejak digital bagi orang tersebut.
Ya, sebagai remaja masa depan bangsa, kita harus bisa menghindari hoaks. Jangan sampai terjebak dan malah merugikan diri sendiri bahkan orang lain. We could do it!