Mari Rayakan Hari Film Nasional Dengan Nonton 5 Film Pendek Keren Bikinan Pelajar SMA

Sabtu, 30 Maret 2019 | 19:50

Film pendek SMA

Penulis: Maria Michelle - SMA Santa Ursula

HAI-online.com - Selamat Hari Film Nasional! Kini Film Nasional semakin bervariasi, sekalipun belum ada yang bisa film CGI bertaraf Avangers: End Game, tapi pilihan dramanya sudah nggak melulu horor seksi.

Mungkin 10 – 15 tahun lagi akan ada film Indonesia masuk nominasi OSCAR “Foreign Language” Film, atau bahkan merebut berbagai titel seperti film ROMA.

Siapa bilang hal itu gak mungkin? Nih, HAI kasih unjuk 5 film pendek keren yang seluruhnya dibuat oleh anak SMA tanah air! Setelah nonton, pasti lo bakal nganggep kalau masa depan perfilman Indonesia itu cerah.

“CURRENT” karya Christophorus Cedric SMA Canisius Jakarta

Lo yang gampang kebawa arus, mesti tonton film ini. Menurut director dan editor, Cedric, pesan utama film ini adalah untuk mencari panggilan di dunia, apakah sekedar untuk kuliah, kerja, atau nikah seperti orang pada umumnya? Atau kita mau menjadi diri sendiri yang menetukan jalan hidup sendiri?

Film yang memakan waktu lima hari untuk pembuatan naskah ini terlihat menarik karena keberhasilannya menyampaikan naskah analogi yang mayoritas filmmaker gagal membuat penonton mengerti, sehingga membuat penonton bosan. Nah film yang ini enggak. Di akhir film kita langsung “OH!”, tanpa butuh narasi lebih detail tentang apa yang terjadi dalam satu film secara keseluruhan.

Film ini telah menjuarai Juara 1 di Canisius College Cup 2018.

“Hakim” karya Syamil Satria - SMAN 1 Balikpapan

Film perwakilan Provinsi Kalimantan Timur di FLS2N 2018 film pendek tingkat nasional ini juga patut diapresiasi. Sangat sederhana dengan dominasi penggunaan latar kelas, namun berhasil menyampaikan pesan yang dimiliki. Syamil, yang juga merupakan tokoh “guru” dalam film tersebut, mengatakan kisah itu terinspirasi dari temannya yang memang tinggal di dekat pantai itu tapi selalu datang paling awal, lalu ditambahkan beberapa dramatisir seperti tinggal di gubuk dan beban kehilangan orangtua.

Kalau ada yang bilang pembuatan film itu mengganggu waktu sekolah, Syamil berhasil membuktikan bahwa pernyataan itu salah. Sederhana saja, Syamil mengambil scene sekolah selama tiga hari berturut-turut di setiap jam istirahat, dan tambahan dua hari untuk scene antara guru dan murid-murid serta scene pantai.

“Olak” karya Wishnu Hazmi Lazuardi - SMAN 1 Bogor

Pesan dari film ini sangat sederhana, tentang bagaimana kita suka sekali berprasangka buruk pada orang tanpa pernah mencoba mencari tahu kebenarannya. Seperti tokoh Faris yang berfisik besar seringkali dicap sebagai galak dan tidak mau berteman, hal ini menjadi gossip di antara teman. Permasalahan diselesaikan oleh Minem yang mencoba untuk mencari tahu apa yang terjadi dibaliknya.

Yang berbeda dengan film lainnya adalah film ini berhasil menyampaikan pesan sederhana dengan konsep yang berbeda, yaitu perulangan yang menggaet penonton dengan menyajikan alur yang berbeda di setiap perulangan itu.

“Jadi kami juga mau mengajak penonton untuk ikut menganalisis apa yang terjadi kepada Faris dan mengajak penonton pada pesan utama, untuk peka”, kata director juga editor pada film ini, Wishnu.

Pengambilan gambarnya terinspirasi dari film “Birdman” dimana film tersebut terkesan seperti one take, dengan transisi yang sangat mulus. Selain transisinya yang keren, kita juga akan dimanjakan dengan camera movement yang berbeda dengan film pelajar lainnya yang biasanya lebih mendominasi still.

“Perbedaan dalam Persatuan” karya Seno Maulana - SMAN 2 Cibinong

Film ini sangat cocok dengan situasi politik yang sedang panas dan seringkali isu agama digoreng sana sini. Karya komunitas film sekolah FILTER atau Film dan Teater ini berkisah tentang pertentangan antara siswa islam membantu siswi non-islam (atau nonis), padahal kita itu bhineka tunggal ika.

Seno, scriptwriter dan juga director, membuat film ini karena seringkali melihat adanya pengucilan untuk teman-teman minoritas di sekolahnya yang mayoritas muslim. Ia berharap dengan dibuatnya film ini para penonton bisa menambah rasa toleransi khususnya di lingkungan sekitarnya.

Walau tidak memiliki peralatan yang super lengkap, ia berhasil mengakali hal-hal teknis seperti memikirkan cara agar dapat menghasilkan gambar yang bagus di kondisi gelap namun dengan ISO rendah, dan kendala-kendala pada umumnya pembuat film SMA.

Film ini telah meraih juara ke-2 di Festival Dwi Warna 2019.

“Satu” karya Farrah Aulia Azliani

Film ini juga menceritakan tentang perbedaan, tapi bukan tentang agama saja, melainkan juga ras/suku, gender, dan golongan sosial. Memegang identitas sosial terkadang membuat kita merasa lebih superior daripada yang lain.

Farrah, director dan editor film ini, ingin mengajak penonton untuk melepas semua identitas sosial kita dan jadilah manusia. Film pendek yang telah menjuarai FLS2N Film Pendek 2017 tingkat Jakarta Selatan ini tidak menyajikannya dengan drama, melainkan dengan narasi dan disajikan secara konseptual.

Dengan dibuat lighting satu sisi aja atau key light dan latar belakang hitam gelap, membuat kita semakin tertarik karena sangat cocok dengan situasi tegang tersebut. Analogi yang disampaikan dengan domino sebagai tanda jika satu terpecah yang lain akan terpecah juga berhasil ditangkap penonton dengan baik.

Itu dia 5 film pendek karya anak SMA yang wajib ditonton versi HAI. Ternyata dengan segala keterbatasan waktu, dana, dan peralatan, tidak menutup kemungkinan menghasilkan film pendek yang berkualitas. Kendala-kendala tentu dialami, apalagi dengan segala keterbatasan yang dimiliki, tapi jika memiliki tekad, rintangan apapun pasti terlewati! Semangat para filmmakers SMA!

Tag

Editor : Rizki Ramadan