14 Anak SD yang Pernah Diusir Karena HIV/AIDS Sudah Bisa Sekolah Lagi!

Minggu, 03 Maret 2019 | 15:06
superkidsindonesia.com

Anak Dengan HIV/AIDS (ADHA) Dilarang Sekolah?

HAI-Online.com – Kabar baik datang dari 14 siswa Sekolah Dasar di Kota Solo. Kalau ada yang masih ingat sama kabar terakhir mereka yang “diusir” dari sekolah karena status ADHA (anak dengan HIV/AIDS) pada pertengan Februari lalu, kini kabarnya mereka yang pernah mendapat perlakuan diskriminasi itu sudah boleh ke sekolah umum lagi. Yeay!

Kabar ini HAI terima pada Rabu, 27 Februari 2019 lalu, dimana Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah menggelar rapat koordinasi dengan Walikota Solo, FX Hadi Rudyatmo, berserta Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, seperti Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak besertaP2TP2A, Dinas Sosial, Komisi Penanggulang AIDS Indonesia Surakarta (KPAIS), dan Yayasan Lentera.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) RI juga diundang dalam rapat koordinasi ini, namun tidak hadir.

Baca Juga : Sedih Banget, Viral Video Ayah Gantikan Posisi Anaknya yang Meninggal untuk Wisuda

Meksi begitu, keputusan untuk keempat belas anak itu adalah mereka telah diperbolehkan untuk sekolah lagi.

Retno Listyarti, selaku ketua komisioner KPAI menjelaskan, 14 anak itu bukan balik ke sekolah yang pernah “mengusir” melainkan disebar ke beberapa sekolah umum lainnya.

“Nggak ada (balik ke sekolah semula.red), mereka ditempatkan berpencar,” katanya saat HAI hubungi, Jumat (1/3/2019) lalu.

Ia menambahkan, tak cuma bisa sekolah lagi (hak pendidikan), atas nama kemanusiaan, Pemerintah Kota Solo juga memenuhi hak-hak dasar anak-anak tersebut seperti kesehatan, bahkan administrasi kependudukan seperti akte kelahiran dan kartu keluarga.

“Anak-anak tersebut sudah dipindahkan ke beberapa sekolah negeridi kota Solo. Adapun yang mengurus proses pindah seluruhnya adalah Dinas Pendidikan Kota Solo,” terangnya lagi.

Sebelumnya perang pemahaman soal HIV/AIDS terjadi di lingkungan sekolah dasar negeri (SDN) di Kota Solo, Jawa Tengah.

Sementara ada 14 Anak Dengan HIV/AIDS (ADHA) ingin tetap mengenyam pendidikan sekolah, puluhan orangtua kompak menolak kehadiran mereka berbaur di kelas lantaran menginginkan anak-anak mereka ‘selamat’ dari penyakit menular tersebut.

Oleh karena itu 14 siswa yang berasal dari kelas 1 hingga 4 tersebut resmi ditolak sekolah di SD Negeri tersebut. Nasib mereka kini telah dikembalikan ke rumah khusus anak denganHIV/AIDSdi Yayasan LenteraKompleks Makam Taman Pahlawan Kusuma Bakti, Jurug,Solo, Jawa Tengah.

Baca Juga :Ingin Menghapus Stigma, Restoran Ini Rekrut Karyawan dengan HIV dan AIDS, Salut!

Kabar ini pun mendapat sorotan dari berbagai media lantaran dianggap ada pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam hal ini ke-14 bocah SD yang dilakukan instansi sekolah, dan sekaligus juga kekeliruan pemahaman soal HIV/AIDS.

Awalnya, menurut Yunus Prasetyo, Ketua Yayasan Lentera Solo, para orangtua murid membuat surat keberatan atas keberadaan anak-anak dengan HIV/AIDS yang sekolah di sana.

Sebelumnya tak ada pengumuman soal masuknya ADHA di lingkungan sekolah tersebut. Komite pun mendapat suara-suara sumbang dari para orangtua.

“Mereka mengirimi surat, isi surat itu intinya mereka keberatan dan meminta anak (HIV/AIDS) itu untuk tidak sekolah di situ. Komite mengamini berarti menyetujui, sekolah menandatangani berarti sekolah juga menyetujui. Itu yang terjadi," kata Yunus Prasetyo, Ketua Yayasan Lentera Solo pada Kamis (14/2/2019) lalu, seperti dilansir HAI dariSuar.Id.

Yap, sebagian besar orangtua dan pihak SDN di Kota Solo tersebut nggak betul-betul memahami seperti apakah cara penularanHIV/AIDSterlebih kepada anak-anak.

Baca Juga :5 Pihak Ini Melarang Pelajar di Indonesia Merayakan Hari Valentine

Menurut pakar, HIV tidak menular lewat penggunaan alat makan secara bergantian antara ODHA (orang dengan HIV/AIDS) dengan orang sehat.

“Virus HIV merupakan jenis virus yang mudah mati di udara bebas. Tanpa inangnya, seperti darah, ASI, cairan vagina, dan sperma, virus HIV bakal mati dalam waktu kurang dari semenit,” kata Adyana Esti, tenaga medis klinik Angsamerah Jakarta. (*)

Editor : Al Sobry

Baca Lainnya