HAI-Online.com – Perang pemahaman soal HIV/AIDS terjadi di lingkungan sekolah dasar negeri (SDN) di Kota Solo, Jawa Tengah.
Sementara ada 14 Anak Dengan HIV/AIDS (ADHA) ingin tetap mengenyam pendidikan sekolah, puluhan orangtua kompak menolak kehadiran mereka berbaur di kelas lantaran menginginkan anak-anak mereka ‘selamat’ dari penyakit menular tersebut.
Oleh karena itu 14 siswa yang berasal dari kelas 1 hingga 4 tersebut resmi ditolak sekolah di SD Negeri tersebut. Nasib mereka kini telah dikembalikan ke rumah khusus anak denganHIV/AIDSdi Yayasan LenteraKompleks Makam Taman Pahlawan Kusuma Bakti, Jurug,Solo, Jawa Tengah.
Baca Juga : Ingin Menghapus Stigma, Restoran Ini Rekrut Karyawan dengan HIV dan AIDS, Salut!
Kabar ini pun mendapat sorotan dari berbagai media lantaran dianggap ada pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam hal ini ke-14 bocah SD yang dilakukan instansi sekolah, dan sekaligus juga kekeliruan pemahaman soal HIV/AIDS.
Awalnya, menurut Yunus Prasetyo, Ketua Yayasan Lentera Solo, para orangtua murid membuat surat keberatan atas keberadaan anak-anak dengan HIV/AIDS yang sekolah di sana.
Sebelumnya tak ada pengumuman soal masuknya ADHA di lingkungan sekolah tersebut. Komite pun mendapat suara-suara sumbang dari para orangtua.
“Mereka mengirimi surat, isi surat itu intinya mereka keberatan dan meminta anak (HIV/AIDS) itu untuk tidak sekolah di situ. Komite mengamini berarti menyetujui, sekolah menandatangani berarti sekolah juga menyetujui. Itu yang terjadi," kata Yunus Prasetyo, Ketua Yayasan Lentera Solo pada Kamis (14/2/2019) lalu, seperti dilansir HAI dariSuar.Id.
Yap, sebagian besar orangtua dan pihak SDN di Kota Solo tersebut nggak betul-betul memahami seperti apakah cara penularanHIV/AIDSterlebih kepada anak-anak.
Baca Juga : 5 Pihak Ini Melarang Pelajar di Indonesia Merayakan Hari Valentine
Menurut pakar, HIV tidak menular lewat penggunaan alat makan secara bergantian antara ODHA (orang dengan HIV/AIDS) dengan orang sehat.
“Virus HIV merupakan jenis virus yang mudah mati di udara bebas. Tanpa inangnya, seperti darah, ASI, cairan vagina, dan sperma, virus HIV bakal mati dalam waktu kurang dari semenit,” kata Adyana Esti, tenaga medis klinik Angsamerah Jakarta dikutip HAI dari Antaranews.com.
Baca Juga : Menyelamatkan ODHA Dengan Berteman Baik Dengannya
Bagaimana jika HIV menular lewat gigitan nyamuk, penggunaan toilet duduk bergantian, atau bisa menular dengan bersalaman?
Nah, pernyataan dr. Dwinita Vivianti, SpPD yang diberikan kepada sejumlah masyarakat di daerah tanjung Pinang, Sulawesi Selatan.
Ternyata kebanyakan warga menjawab salah semua. Tak ada satu pun cara yang bisa menularkan HIV dengan sederhana.
Vivi kemudian menjelaskan satu per satu bahwa HIV nggak mungkin menular lewat nyamuk, karena virus itu hanya menyerang manusia. HIV juga tidak bisa menular ketika menggunakan toilet duduk yang baru saja digunakan pasien HIV/AIDS, menggunakan alat makan yang sama, atau menular lewat keringat ketika bersalaman maupun berpelukan.
Nah perlu diketahui juga, infeksi HIV pada anak itu awalnya lebih karena diturunkan melalui ibu kepada kandungannya selama masa kehamilan, persalinan, dan menyusui. Penyebab lain HIV sendiri yaitu transfusi darah, di mana darah yang terinfeksi HIV dimasukkan kepada anak-anak. Selama anak-anak nggak bawa air susu ibu dalam kotak bekalnya ke sekolah, atau membawa jarum suntik karena menggunakan napza, kecil kemungkinan anak-anak lain tertular.
Gimana nasib 14 ADHA?
Atas merebaknya kasus penolakan 14 siswa SD di Kota Solo ini, pihak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)angkat suarauntuk melindungipara ADHA yang jadi korban.
Retno Listyarti, selaku ketua komisioner KPAI ikut menyesal karena adanya lagi kasus ADHA yang ingin mengenyam pendidikan terhalang-halangi oleh aksi kekeliruan warga soal pemahaman HIV/AIDS.
Baca Juga : Retno Listyarti : UN Sama dengan Menguji Hewan?
Retno menjabarkan penularan penyakit HIV/AIDS sangat spesifik melalui cairan seperti ASI. Sementara, 14 siswa itu sudah tidak menyusu ke ibunya. Sehingga penularan tidak mungkin terjadi.
“Iya (menyesal), sampai saat ini mereka masih belum bisa sekolah lagi,” kata Retno saat dihubungi HAI pada Minggu (17/2/2019).
Sejauh ini pihaknya akan berkoordinasi dengan pihak terkait, yaitu pemerintah kota Solo. Apalagi kejadiannya berlangsung di sekolah negeri, berarti pengesahan sekolah yang menyetujui komite dan orangtua disepakati oleh pihak pemerintah. "Kalaupun terjadi penolakan dari para orang tua dan mengancam menarik anak-anaknya dari sekolah itu, ya biarkan saja, toh artinya anak-anak ini ditempatkan di sana tidak membahayakan, karena HIV ini adalah penyakit yang tidak menular karena lewat kontak fisik, karena berpelukan, bergandengan, makan satu tempat, minum satu tempat, dan tidak akan melukai anak yang lain," jelasnya.
“Saya akan bicarakan ini ke dinas pendidikan, dinas PPA dan dinas kesehatan,” katanya lagi. (*)