Warga Desa di Sulawesi Tenggara Ini Menggunakan Huruf Korea. Kok Bisa?

Sabtu, 09 Februari 2019 | 09:05
HAI

Desa Korea di Baubau

HAI-ONLINE.COM -Ternyata pengaruh budaya Korea di Indonesia nggak cuma keliatan di anak-anak muda perkotaan aja, melainkan juga warga desa di suatu pulau.

Hal ini HAI temui saat sedang mengunjungi Baubau, Pulau Buton, Sulawesi Tenggara bersama tim Kemendikbud tengah September lalu.

"Loh, pak. Itu SD khusus orang Korea? Kok plangnya ditulis dengan huruf Korea?" tanya HAI kepada pak Mustakim, Kepala Bidang di Dinas Pendidikan Baubau, yang ikut menemani perjalanan HAI.

"Iya, di sini ada kelompok masyarakat yang menggunakan bahasa Cia-cia. Kata peneliti Korea yang pernah ke sini, penuturan bahasanya cocok dengan aksara Korea."

Baca Juga : Mencari Urgensi RUU Permusikan, Isyana Sarasvati Sampaikan 4 Opininya!

"Coba berhenti dulu, pak. Saya mau foto."

Nyatanya, bukan hanya plang sekolah saja. Seluruh penanda jalan danpapan petunjuk rumah adatjuga disertai dengan penulisan dengan bahasa Korea.

Selidik punya selidik, ternyata ini kejadian sejak 2009. Seorang profesor Korea yang bernama Chun Thai Yun udah melakukan penelitian terhadap suku-suku dan bahasanya yang ada di Baubau.

Hasil dari penelitian profesor Seoul National University itu adalah ajakan untuk menggunakan huruf Hangeoul-nya Korea sebagai hurufnya bahasa Cia-cia (sebelumnya bahasa Cia-cia menggunakan huruf arab gundul). Katanya, sih, bahasa Cia-cia ini cocok banget dengan huruf Hangeoul.

Baca Juga : Wah! Jika RUU Permusikan Disahkan, Bakal Ada Konser Penolakannya!

Misi lainnya adalah jalinan kerja sama antara Korea dan Baubau. Pemerintah Korea ngasih janji kalau Baubau, Pulau Buton dan Sulawesi Tenggara secara umum akan dipromosikan. Pokoknya keuntungan ekonomis bakal datang deh untuk kota Baubau, terutama dari aspek pariwisata.

Setelah sepakat, akhirnya penggunaan huruf Hangeoul diimplementasikan. Para siswa sekolah dasar bahkan sampe dapet muatan lokal bahasa Korea, loh, demi membiasakan masyarakat.

Emang Cocok, Sih. Tapi... Pengen tau nggak gimana bahasa yang menurut data tahun 2005 sudah digunakan nggak kurang dari 80.000 penduduk di kawasan Buton Selatan, Pulau Binongko, dan Pulau Batu Atas?

HAI iseng-iseng nyoba memasukkan penulisan korea dari bahasa Cia-cia ke Google Translate, eh ternyata emang mirip penuturannya.

Cobain deh:

따리마 까시 Tarima kasi 'Terima kasih'

시골라 sigola 'sekolah'

인다우 뻬엘루 이소오 Indau pe'elu iso'o 'Saya cinta kamu'

Menanggapi hal ini, tentu pro-kontra muncul. Ada kalangan yang setuju, ada yang juga yang mengernyitkan dahi. Kehadiran bahasa korea di desa ini dianggap sebagai cara Korea "menjajah" budaya kita.

Baca Juga : 5 Rapper Korea Selatan yang Lagunya Perlu Lo Dengerin Sekarang Juga

Menurut HAI, sih, hal ini fine-fine aja, selama nggak mendoktrin masyarakatnya untuk berhenti menggunakan bahasa kebanggaan Indonesia. Toh, kita jadi banyak mendapatkan pelajaran tentang bahasa dan cara penulisannya yang unik.

Selain bisa variatif dalam menggunakan bahasa, hal ini bisa menguntungkan para anak mudanya yang mungkin bisa lebih mudah mendapatkan pekerjaan karena bisa menguasai beberapa bahasa.

Nggak cuma itu aja, dengan belajar bahasa-bahasa baru seperti bahasa Korea, masyarakatnya jadi bisa mengenal budaya luar yang selama ini mungkin nggak mereka dapatkan di sekolahannya.

Menambah ilmu pengetahuan itu, kan, penting dan menyenangkan. Selama mereka nggak meninggalkan budaya asli mereka, nggak ada salahnya, kan, mencoba dan mempelajari hal-hal baru yang unik untuk mereka!

Wah, kalau menurut kamu gimana? Coba sampaikan opini kamu, dong, terkait hal yang sangat menarik untuk dibahas ini!

Anyway, apapun pendapatmu, kalau ada kesempatan tetap eksplor Baubau yah. Banyak serunya! (*)

Tag :

Editor : Al Sobry

Baca Lainnya