HAI-ONLINE.COM - Pendiri Sinar Mas Group Eka Tjipta Widjaja meninggal dunia pada Sabtu (26/1/2019) pukul 19.43 WIB.
Ia meninggal lantaran faktor usia dimanaEka Tjipta tutup usia pada umur 98 tahun.
Managing Director Sinar Mas Group, Gandhi Sulistyanto dalam pesan singkatnya mengungkapkan jenazah Eka Tjipta disemayamkan di Rumah Duka Gatot Subroto Jakarta.
Eka Tjipta menempati urutan ke-3 orang terkaya di Indonesia setelah R. Budi & Michael Hartono dan Susilo Wonowidjojo.
Data Forbes per 12 Desember 2018, kekayaan Eka Tjipta saat ini sebesar 8,6 miliar dolar AS atau setara Rp120 triliun.
Pundi-pundi kekayaanya datang dari perusahaannya Sinar mas Group yang bergerak di berbagai sektor bisnis, mulai properti, perkebunan, industri pengolahan, hingga keuangan.
Meski menjadi jajaran orang terkaya di Indonesia, rupanya Eka Tjipta Widjaya pernah merasakan justru hidupnya amatlah miskin.
Cerita tentangnya ini dimuat dalam harian KOMPAS, Rabu, 01 Februari 1995.
Eka Tjipta baru merasakan usahanya benar-benar melesat dan stabil setelah Orde Baru, era yang menurutnya, “memberi kesejukan berusaha”.
Ia berhasil membuat beragam usahanya yang tadinya “tak ada apa-apanya” menjadi “ada apa-apanya”.
Baca Juga : Udah Pernah Ketemu Zombie Hidup di PUBG Mobile? Begini Nih Caranya
Tahun 1980 - 1981 Eka juga berhasil membeli perkebunan kepala sawit seluas 10 ribu hektar di Riau, mesin serta pabrik berkapasitas 60 ribu ton.
Ia juga membeli perkebunan dan pabrik teh seluas 1.000 hektar berkapasitas 20 ribu ton dibelinya pula.
Tahun 1982, ia membeli Bank Internasional Indonesia. Awalnya BII hanya dua cabang dengan aset Rp13 milyar.
Selama 12 tahun dipegang, BII melesat hingga memiliki 140 cabang dan cabang pembantu, dengan aset Rp 9,2 trilyun.
PT Indah Kiat juga dibeli. Produksi awal (1984) hanya 50.000 ton per tahun. Sepuluh tahun kemudian produksi Indah Kiat menjadi 700.000 ton pulp per tahun, dan 650.000 ton kertas per tahun.
Tak cukup dengan bisnis perbankan, kertas, minyak, Eka juga merambah ke bisnis real estate.
Eka membangun ITC Mangga Dua, ruko, apartemen lengkap dengan pusat perdagangan. Di Roxy ia bangun apartemen Green View, di Kuningan ada Ambassador.
Eka sadar, apa yang telah didapatkannya adalah sebuah karunia Tuhan.
“Saya sungguh menyadari, saya bisa seperti sekarang karena Tuhan Maha Baik. Saya sangat percaya Tuhan, dan selalu ingin menjadi hamba-Nya yang baik,” katanya, mengomentari semua suksesnya.
Tetapi, puluhan tahun berbisnis hingga bergelar konglomerat, Eka mengatakan, ia pribadi sebenarnya sangat miskin.
“Tiap memikirkan utang berikut bunganya yang demikian besar, saya tak berani menggunakan uang sembarangan. Ingin rehat susah, sebab waktu terkuras untuk bisnis. Terasa benar tak ada waktu menggunakan uang pribadi,” Eka mengeluh.
Bahkan menurut Eka, untuk makan makanan enak saja sulit lantaran makanan enak rata-rata berkolesterol tinggi.
Inilah ironi, kata Eka. Dulu ia susah makan makanan enak karena miskin. Kini ketika sudah “konglomerat” (dengan 70 ribu karyawan dan hampir 200 perusahaan -Red), Eka tetap susah makan enak, karena takut kolesterol.
Eka pun berpesan pada orang-orang jika ingin menjadi pengusaha besar, salah satunya kuncinya adalah berhemat dan dapat mengendalikan uang.
“Kecuali itu, hematlah,” tambahnya. Ia menyarankan, kalau hendak menjadi pengusaha besar, belajarlah mengendalikan uang.
Jangan laba hanya Rp 100, belanjanya Rp 90. Dan kalau untung cuma Rp 200, jangan coba-coba belanja Rp 210. “Waaahhh, itu cilaka betul,” ujarnya.
Artikel ini pertama kali tayang di Suar dengan judul "Cerita Eka Tjipta Widjaja Orang Terkaya di Indonesia: Merasa Sangat Miskin, Mau Makan Enak Sulit Benar"