HAI-Online.com – Tsunami di Selat Sunda yang menerjang pesisir pantai Banten dan Lampung, Sabtu (23/12/2018) diawali dengan surutnya air laut.
Badan Geologi mendeteksi pada hari Sabtu (22/12/2018) pukul 21.03 WIBGunung Anak Krakataumengalami erupsi kembali dan menyebabkan peralatan seismograf setempat rusak.
Saat itu, seismik Stasiun Sertung merekam adanya getaran tremor terus menerus, namun tidak ada frekuensi tinggi yang mencurigakan.
Baca Juga : Ngerinya Gambar Terbaru Erupsi Rakata, Anak Gunung Krakatau yang Difoto oleh Awak Susy Air
Kemungkinan material sedimen di sekitar Anak Gunung Krakatau di bawah laut longsor sehingga memicu tsunami.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah menyampaikan secara resmi bahwa tsunami telah terjadi dan menerjang beberapa wilayah pantai di Selat Sunda.
Tsunami terjadi Sabtu (22/12/2018) malam sekitar pukul 21.33 WIB, menerjang pantai di Kabupaten Pandeglang, Serang, dan Lampung Selatan.
Waspada, Anak Krakatau Meletus 99 Kali
Perlu diketahui, erupsi Krakatau terjadi setiap hari sejak 29 juni 2018. Dilansir dari kompas.com, Selasa (10/7/2018), Gunung Anak Krakatau meletus sebanyak 99 kali kejadian dengan amplitudo 18-54 mm dan durasi letusan 20-102 detik.
Hembusan tercatat 197 kali dengan durasi 16-93 detik. Letusan disertai suara dentuman sebanyak 10 kali yang menyebabkan kaca pos pengamatan gunung bergetar. Banyaknya letusanGunung Anak Krakatauini sudah berlangsung sejak tanggal 18 Juni 2018 karena peningkatan aktivitas vulkanik.
Baca Juga : Biar Terhindar Bencana Tsunami, Cek 5 Aplikasi Berfaedah Soal Gempa yang Terjadi!
"Ada pergerakan magma ke luar permukaan sehingga terjadi letusan. Namun demikian statusGunung Anak Krakatautetap Waspada (level 2). Tidak ada peningkatan status gunung," ungkap Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam rilisnya, Kamis (12/7/2018)
Status Waspada telah ditetapkan sejak 26 Januari 2012 dan masih berlangsung hingga sekarang.
Status Waspada berarti bahwa aktivitas vulkanik di atas normal sehingga terjadinya letusan dapat terjadi kapan saja.
Namun, letusan tidak membahayakan selama masyarakat tidak melakukan aktivitasnya di dalam radius 1 km dan tidak membahayakan penerbangan pesawat terbang juga jalur pelayaran di Selat Sunda.
Kejadian Tsunami Selat Sunda, Sabtu 23 Desember2018
Tsunami di Selat Sundayang menerjang pesisir pantai Banten dan Lampung, Sabtu (23/12/2018) ternyata diawali surutnya air laut.
Seorang saksi mata yang merupakan warga setempat, Kamila Aprianti (18), menyebut pantai di belakang Hotel Marina Anyer sempat surut sekitar pukul 19.00 WIB.
"Ombak dari sore sudah besar, tapi pas jam 7 malam itu sempat menghilang dan air laut surut banget, saya sih belum berpikir macam-macam saat itu," cerita Kamila kepada Kompas.com, Minggu (23/12/2018) dini hari.
Namun, selang 10 menit kemudian, ombak besar datang, mengempas ke darat dan diikuti oleh air laut yang terus naik hingga ke pekarangan hotel.
Baca Juga : Tak Selamat, Gitaris Seventeen, Herman Sikumbang Pun Turut Meninggal Dunia!
Kamila yang saat itu tengah bersama belasan temannya di hotel berhamburan keluar bersama pengunjung hotel lain.
"Saya lihat di jalan sudah ramai sekali warga dan wisatawan lain, ada teriakan tsunami-tsunami, semua panik, jalan raya sudah tergenang air setinggi tumit saya, banyak yang berlarian dan bawa kendaraan masing-masing menuju arah bukit," kata dia.
Kamila yang juga merupakan warga setempat, memilih untuk menyelamatkan diri ke rumahnya, di Kampung Kosambi, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang, yang berada sekitar 500 meter dari hotel.
Menurut penuturannya, air laut mulai surut dari daratan sekitar pukul 24.00 WIB.
Namun warga belum berani untuk kembali ke arah pantai karena khawatir terjadi gelombang susulan.
"Apalagi sekarang tengah hujan deras, kami para perempuan tetap terjaga di dalam rumah, sementara pemuda dan bapak-bapak ronda di halaman depan," tutup dia.(*)
Artikel ini tayang lebih dulu diTribunjateng.comdengan judul Gunung Anak Krakatau Erupsi Tiap Hari Sebabkan Tsunami Banten, Status Waspada Ditetapkan Sejak 2012.