Follow Us

Review "Venom": Banyak Lucunya Kurang Gregetnya

HAI Internship - Rabu, 03 Oktober 2018 | 15:09
Review Venom

Review Venom

HAI-Online.com - Pertama kali muncul berita bahwa Venom bakalan dibikinin film solo, pasti lo penasaran kan, bakalan kayak apa sosok Venom di film terbaru keluaran Sony Pictures ini?

Setelah nunggu dan dibuat penasaran sama beberapa artwork dan teaser-teaser asik, akhirnya Venom rilis juga. Dan kesan yang HAI dapet setelah nonton filmnya adalah, film ini menghibur dan asik, tapi dalam beberapa hal cukup mengecewakan.

Tenang, nggak segagal film Justice League, kok. Dan yang pasti, di film ini nggak ada Spider-Man ya hehehe, dan nggak nyambung sama sekali sama Marvel Cinematic Universe.

Asal Usul Venom

Sony

Venom terakhir kali muncul ke layar lebar itu sebagai sempilan cerita di Spider-Man 3, 11 tahun lalu. Ceritanya, simbiot venom merasuki Spider-Man dan mengubahnya jadi sosok yang agresif dan serampangan. Karena ngerasa nggak sesuai dengan karakternya, Peter pun 'mengusir' paksa Venom. Di situlah Eddie Brock muncul.

Eddie adalah jurnalis yang sempat mencurangi Peter Parker. Kecurangan itu diungkap sehingga Eddie dipecat. Simbiot Venom yang baru lepas dari Peter Parker pun 'merasuki' Eddie yang saat itu penuh kemarahan.

Ia menggunakan kekuatan dari Venom untuk melawan Peter Parker. Itulah mengapa Venom sering kita anggap sebagai supervillain. Padahal, Venom nggak gitu amat aslinya, sob. Baru di film solo Venom inilah, kita mengetahui jati diri dan sisi lainnya.

Film dimulai dari kecelakaan pesawat luar angkasa milik Life Foundation yang membawa simbiot. Pesawat terbakar dan jatuh di kawasan Malaysia. Yes, lo bakal denger ada orang ngomong "Cepat, bawa air" di film hollywood ini.

Kecelakaan tersebut bikin Life Foundation tercoreng citranya. Carlton Drake (Riz Ahmed), sang pemilik, mencoba memperbaiki nama baik perusahaan dengan berbagai cara. Salah satunya dengan mempersilakan Eddie Brock, jurnalis TV yang punya program The Brock Report, untuk mewawancarainya secara eksklusif

Eddie seharusnya hanya bertanya seputar hal-hal baik tentang Life Foundation. Namun, nalurinya sebagai jurnalis investigasi nggak bisa dielak karena sebelumnya ia menemukan fakta bahwa Life Foundation menggunakan manusia untuk eksperimen sains yang berbahaya. Ia mengkritik Drake.

Konflik kedua film pun terjadi. Drake marah pada Brock dan tempat kerjanya, sehingga Brock dipecat. Brock pun diputusin Annie, tunangannya, karena Annie dipecat sebagai ahli hukum Life Foundation.

Kemarahan dan keputusasaan Drake itulah yang mengantarnya untuk melawan Life Foundation dan mempertemukannya dengan simbiot bernama Venom.

Baca Juga : Spider-Man: Into the Spider-Verse Rilis Trailer Terbaru, Banyak Spider-People!

Kurang Ngeri, Malah Banyak Lucunya

Sony

Sebelum nonton, Hai mengira kalau film balak bernuansa dark dan tegang. Apalagi, Tom Hardy kan sebelumnya main film-film Nolan kayak Dunkirk dan The Dark Knight Rises. Tapi yang terjadi sebaliknya. Film cenderung kocak. Rating PG-13 jadi sia-sia, tuh.

Eddie Brock digambarkan sebagai sosok jurnalis yang asik, selengean, dan humoris. Venom yang kita anggap ngeri dan galak pun ternyata chill abis. Dialog antar Venom dan Eddie bener-bener klop.

Jargon "We Are Venom" yang beberapa kali disebut Eddie dan simbiotnya pun terasa pas. Di beberapa adegan, Venom terlihat seperti peliharaan yang manja (minta makan mulu) dan sahabat yang asik. Simbiosis keduanya pun, "Mashoook pak eko".

Beberapa kelucuan Venom-Eddie muncul pas Eddie dateng nyari Anne yang lagi makan bareng pacar barunya di suatu restoran. Venom yang laper melulu, ngegerakin Eddie buat bikin kekacauan di restoran buat nyari makanan. Dan akhirnya Eddie malah nyebur ke akuarium dan makan lobster hidup yang ada di situ.

Banyak bolongnya

Sony

Tapi, di balik sisi menghibur dan menyenangkan yang dikasih sama Venom, ada banyak banget kekurangan yang HAI liat. Salah satunya adalah dari segi ceritanya. HAI ngerasa, cerita origin yang coba dibangun sama sutradara Ruben Fleischer dan penulis naskah Jeff Pinkner, Scott Rosenberg dan Kelly Marcel jadi ngebosenin banget dan banyak bolongnya.

Selama nonton, banyak adegan yang bikin heran. Cerita asal mula simbiot pun nggak diceritakan dengan jelas. Bahkan, nggak diceritain tuh simbiot dateng dari planet apa. Saat nonton, coba deh perhatikan karakter nenek dan anak kecil di Bandara. Hai, sih, nggak nemu tuh alasan kenapa sosok itu penting.

Satu hal yang bikin Hai mengernyitkan dahi lagi adalah ketika Annie menyebut kata "kryptonite". Istilah itu, kan, datang dari universe DC Comic bukan Marvel. Hmm.

Selain itu, karakterisasinya juga kerasa lemah banget. Hampir semua karakter nggak ada yang menonjol, kecuali Tom Hardy yang emang punya aura tersendiri. Mulai dari Riz Ahmed, Michelle Williams, sampe sang informan Dora Skirth, nggak ada yang bisa pop up gitu.

Riz Ahmed yang jadi Carlton Drake tampil kurang kuat dan meyakinkan buat jadi seorang manipulator. Nggak creepy sama sekali. Terus sosok Anne Weying (Michelle Williams) kerasa kurang niat ditulis. Alhasil bikin perannya kurang menonjol dan penting. Hal yang sama terjadi sama Dr. Dora Skirth (Jenny Salte) yang jadi informan Eddie dari dalam Life Foundation. Karakternya kayak disia-siakan gitu.

Hal yang ganggu banget buat HAI adalah gimana penggambaran proses transisi Venom dari villain jadi anti-hero. Transisinya kasar banget, sob! Venom itu kan supervillain, harusnya ada alasan-alasan kuat atau apa gitu yang bikin Venom bisa berubah pikiran dari niat awalnya mau menduduki bumi, terus malah berubah jadi betah di bumi dan bantu nyelametin bumi.

Bagaimana pun, film Venom tetep perlu lo tonton dan worth it, apalagi kalau lo mau ngikutin film Spider-Man into Spider-Verse.

Akhir kata, HAI punya dua pesan penting untuk lo. Pertama, jangan terlalu masang ekspektasi tinggi untuk film ini, apalagi untuk klimaks ceritanya. Kedua, jangan keluar bioskop sampai credit scene bener-bener beres. Bakal ada 2 cerita kecil di ujungnya, sob!

Penulis: Syifa Nuri Khairunnisa

Editor : Rizki Ramadan

Baca Lainnya

Latest