Follow Us

Sejarah Record Store Day dan Pengaruhnya Terhadap Musisi Indonesia

Alvin Bahar - Sabtu, 21 April 2018 | 09:30
Ilustrasi Record Store Day
Alvin Bahar

Ilustrasi Record Store Day

HAI-ONLINE.COM – Mau tau sejarah Record Store Day? Gimana ceritanya bisa ada di Indonesia? Semuanya berawal dari berkembangnya teknologi, segalanya berubah menjadi digital. Musik menjadi salah satu dari banyaknya hal yang berevolusi, yang tadinya berbentuk dan dapat disentuh, kini dapat lebih mudah diakses lewat perangkat komputer, iPod, smartphone atau bahkan jasa layanan streaming.

Dampaknya, toko-toko musik yang menjual kaset, CD hingga piringan hitam banyak yang tutup karena mulai ditinggalkan oleh para penikmatnya yang memilih untuk mendengarkan musik dengan cara yang lebih mudah, sederhana dan bahkan relatif murah, yakni lewat digital.

Tidak ada yang salah dari perkembangan digital. Orang-orang pun menjadi memiliki opsi untuk menikmati musik dengan cara yang mereka sukai, entah itu membeli rilisan fisik musik atau hanya sekedar lewat jalur digital. Akan tetapi, hal ini memiliki dampaknya tersendiri untuk para pemilik toko musik independen di seluruh dunia.

Akhirnya, pada tahun 2007, sebuah perkumpulan para pemilik toko musik di Amerika Serikat dan juga para karyawannya berkumpul di suatu tempat, mencetuskan sebuah hari yang bersejarah, bernama Record Store Day untuk melakukan perayaan terhadap sebuah budaya unik terkait toko-toko musik yang ada di Amerika Serikat maupun di seluruh negara dunia.

Record Store Day sendiri, ketika awal terbentuk, jatuh pada tanggal 19 April setiap tahunnya. Namun kini, Record Store Day jatuh pada tanggal 21 April atau minggu ketiga di bulan April.

Menurut situs resmi Record Store Day, tanggal 21 April untuk mereka adalah hari di mana toko-toko musik mendapatkan apresiasi dan perhatian lebih. Nggak cuma tokonya aja, tapi juga para karyawan dan juga rilisan fisik yang dijual di toko itu.

Nggak cuma itu saja keseruan yang terjadi di Record Store Day. Banyak sekali musisi-musisi independen yang merilis musik mereka dalam bentuk fisik secara spesial dan dikhususkan untuk rilis hanya di tanggal 21 April.

Selain itu, banyak musisi-musisi ternama yang mengunjungi toko musik di tanggal 21 April untuk sekedar bercengkrama dengan para penggemarnya selama berjam-jam. Musisi juga memainkan peran penting terhadap keberlangsungan Record Store Day.

Setiap tahunnya, ada satu musisi yang ditunjuk sebagai ambasador Record Store Day. Dave Grohl, mantan drummer Nirvana dan vokalis Foo Fighters, pernah menjabat menjadi ambasador Record Store Day pada tahun 2015.

Contohnya Metallica, yang pada perayaan Record Store Day pertama datang ke toko musik bernama Rasputin Music di San Francisco, Amerika Serikat, untuk meet n’ greet bersama para penggemarnya, sesi tanda tangan atau sekedar ngobrol-ngobrol bareng pemilik toko musik.

Menurut GearPatrol.com, yang sudah ngobrol bareng para pencetus Record Store Day, pencinta rilisan fisik musik semakin meningkat setelah Record Store Day dicetuskan.

“Tentu saja para pendengar musik di jasa layanan streaming semakin bertambah, begitu pula para penikmat piringan hitam yang nggak kalah banyaknya,” ujar Marc Hogan, penulis senior dari Pitchfork.

Cek: Record Store Day, Isinya Nggak Hanya Rilisan Fisik!

Record Store Day Indonesia

Perayaan menyenangkan ini nggak cuma ada di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa lainnya, namun juga sampai ke Asia, bahkan Indonesia.

Record Store Day pertama di Indonesia dihelat pada tahun 2012, di sebuah toko musik kecil bernama Monka Magic yang waktu itu ada di dalam toko buku Aksara Kemang, Jakarta Selatan. Kini, toko musik itu sudah tutup.

Kala itu, Satria Ramadhan lah orang yang berjasa telah menggagasnya. Bersama dengan temannya, Mayo, mereka sampai saat ini rutin mengadakan Record Store Day Indonesia setiap tanggal 21 April.

“Iya, benar sekali, waktu itu saya diajak oleh teman saya Mayo yang kebetulan mengelola Monka Magic. Kita sama-sama nekat bikin berdua dengan modal apa adanya. Mayo lebih mengerjakan urusan venue dan konten acara, saya mengerjakan desain poster dan line-up band yang perform. Dan kebetulan saya punya manajemen kecil-kecilan (SRM) yang didalamnya ada bangkutaman, band yang juga melek dengan euphoria RSD ini dan mereka khusus merilis ulang album lama mereka ‘love among the ruins’ dalam format CD (sebelumnya Kaset), khusus untuk acara RSDI 2012 ini,” ujar Satria.

Kala itu, Satria yang mengaku masih coba-coba, nggak berani mengajak toko musik lain untuk berpartisipasi. Makanya, ia dan Mayo menggelar Record Store Day Indonesia yang pertama dengan sangat sederhana, namun diterima dengan hangat oleh masyarakat.

“Acaranya juga masi sangat sederhana, belum ada partisipasi dari record store lain, hanya Monka Magic dan toko saya Heyfolks!. Kita belum berani mengajak record store lain karena benar-benar masih mau mencoba menjalankan acaranya. Line-up band-nya juga kebanyakan dari teman-teman dekat dan juga, ada diskusi tentang rilisan fisik yang diisi juga oleh teman teman sekitar,” tambahnya.

Desain: Dias
Ingin Membantu Musisi Lokal Lewat Record Store Day

Tujuan utama Satria dan timnya dalam menggagas Record Store Day sangatlah mulia. Ia ingin mengingatkan para pencinta musik di Tanah Air kalau musik itu awalnya disajikan dalam media yang cukup variatif, seperti piringan hitam, kaset, CD hingga DVD.

“Lalu misi lainnya adalah, membantu para musisi Indonesia agar karya mereka selalu dihargai. Selain itu, Kita juga ingin membantu teman teman kita sesama pemilik Record Store untuk sama sama menjaga pasar rilisan fisik agar tetap berjalan baik. Dan tentu, para kolektor rilisan fisiklah yang menjadi salah satu target market acara ini,” tambahnya.

Bernada sama dengan Satria, ada Indra Menus, yang berlaku sebagai Humas Record Store Day di Yogyakarta (YK).

“RSD pertama di YK itu tanggal 20 April 2013 di Slackers distro. Kemudian beberapa teman yang ngelapak di acara tersebut membuat komunitas Jogja Records Store Club (JRSC) yang secara rutin mengorganisir event Records Store Day dan Cassette Store Day chapter Yogyakarta,” katanya.

“Di Jogja kebetulan teman-teman yang tergabung di JRSC atau ikut di RSD YK selama ini berasal dari kalangan penjual rilisan fisik baik dari ranah pasar maupun dari kalangan musik (records label/band). Pada intinya kami sepakat untuk mengumpulkan semua pedagang rilisan fisik tersebut jadi satu tumplek bleg di RSD YK untuk memudahkan para penikmat rilisan fisik berburu disamping menjaga budaya rilisan fisik ini. Banyak juga yg datang bertanya tentang vinyl, kaset yang dikiranya sudah langka tapi ternyata di acara ini bisa mudah didapatkan,” lanjut Indra, yang juga menjabat sebagai Direktur JRSC.

Satria menegaskan, musisi lokal sangat diuntungkan dengan adanya keberadaan Record Store Day ini. Mereka dapat mempromosikan rilisan fisik baru mereka secara langsung kepada penikmat rilisan fisik dan juga memainkan lagunya secara live di atas panggung yang sudah disediakan di setiap acara Record Store Day.

Wahyu Acum, selaku vokalis band bangkutaman, mengaku kalau keberadaan Record Store Day di Indonesia sangatlah membantu mereka untuk mempromosikan karya maupun nama dari band-nya. Pada tahun 2012, di Record Store Day pertama yang dihelat di Monka Magic, bangkutaman merilis ulang albumnya, Love Among The Ruins, dalam bentuk CD. Sebelumnya, album itu dirilis hanya dalam bentuk kaset.

“Waktu itu, kita mencetak 300 kopi album Love Among The Ruins, dalam waku satu hari, ludes semuanya,” ujar Wahyu.

Wahyu, yang pernah menulis buku berjudul #GILAVINYL, menegaskan, keberadaan Record Store Day sangatlah mempermudah musisi-musisi untuk melakukan promosi.

“Karena sifat Record Store Day yang meriah, semua toko musik ada di sana, orang berkumpul di sana, otomatis ketika ada satu atau dua musisi yang merilis sesuatu, pasti mereka langsung dilihat orang, se-simple itu,” lanjutnya.

Begitu juga dengan Pandji Dharma bersama band-nya, Animalism, yang merilis sebuah boxset special dari mini album-nya yang berjudul Universe.

Kala itu, Pandji hanya menyetak 17 kopi saja, dan pastinya, dengan jumlah yang segitu, apalagi terbatas, langsung ludes dibeli pengunjung Record Store Day Indonesia tahun 2015.

“Yang gue rasakan sih jadi mempunyai wadah untuk merilis materi musik dengan eksposur yang banyak. Buat yang nggak tau musik kita, jadi tau. Karena pada dateng ke Record Store Day,” katanya.

“Nggak nyangka bakalan banyak yang beli sampe sold out. Makin ke sini, masyarakat Indonesia makin mendukung (Record Store Day),” paparnya.

Menjamurnya Record Store Day di Indonesia

Nggak hanya di Jakarta maupun di Yogyakarta. Kota-kota besar lainnya seperti Bandung dan Bali juga memiliki Record Store Day-nya sendiri. Lalu, apa, sih, bedanya Record Store Day di setiap kota di Indonesia?

Tahun 2015, Record Store Day di Indonesia menjamur sampai ke Solo, Cirebon, Semarang, Tegal, Palembang, Purwokerto, Banjarmasin, Samarinda, Makassar, Palu, Lampung, Surabaya, Malang, Bandung hingga Yogyakarta.

Setahun setelahnya, Record Store Day diadakan 20 kota! Kota-kota yang baru merayakannya di tahun itu adalah Bontang, Tenggarong, Balikpapan, Sangatta, Samarinda, Padang, Batam hingga Purwokerto.

Tahun lalu, jumlah kota yang ikutan merayakan Record Store Day juga bertambah, yakni 24 kota. Di Medan, Manado, Banjarmasin, Bekasi, Bogor, Tasikmalaya, Sukabumi hingga Palangkaraya juga ikut mewarnai perhelatan Record Store Day di Indonesia!

Tahun ini, beberapa kota besar yang turut menggelar Record Store Day ialah Bandung, di Toko Musik Keep Keep, Ciumbuleuit. Lalu di Yogyakarta, yang dihelat oleh Indra Menus dan kawan-kawan. Di Jakarta, ada di Kuningan City, yang dihelat oleh Satria Ramadhan. Di Malang, Record Store Day bakal dihelat di Malang Digital Innovation Lounge, lalu di Surabaya, dihelat di Aiola Eatery, kemudian ada di Botani Square, Bogor hingga Medan.

“Tidak ada bedanya, karena siapapun bisa merayakan Record Store Day. dan semakin tahun, semakin banyak yang menyelenggarakannya di kotanya masing-masing. Kita mencoba menghimpun semua rilisan yang dikeluarkan oleh musisi lokal dan membantu mempromosikannya lewat acara RSDI. Dan kedepannya, mimpi kita adalah mengintegrasikan kesemua penyelenggara RSD di seluruh Indonesia,” tegasnya.

Kalau dari segi konsep, tentu saja setiap Record Store Day di Indonesia memiliki ciri khasnya sendiri. Seperti Record Store Day di Yogyakarta, yang pernah membuat kompilasi berupa kaset berisikan band-band baru kebanggaan Yogyakarta hingga merilis zine tentang musik.

Setiap kota pastinya memiliki ciri khasnya sendiri dalam memberi konsep terhadap Record Store Day-nya masing-masing.

Namun, tujuan dan misi utama dari mereka pasti sama, yakni untuk memberikan umur panjang kepada toko-toko musik dan juga rilisan fisik. Nggak lupa juga para musisi lokalnya, yang diharapkan akan dapat terus berkembang dan merasa terdukung dengan keberadaan Record Store Day ini!

Wah, asik banget, tuh, kalau seluruh Record Store Day di Indonesia bisa disatukan dan diintegrasikan! Tentu saja, acaranya bisa lebih akbar, mewah, megah dan meriah, dong! Benar-benar bisa menjadi surganya para pencinta rilisan fisik, nih!

Semoga jasa-jasa dari orang kayak Satria, Mayo, Indra dan penggagas-penggagas Record Store Day Indonesia di kota lainnya dapat terus berkembang dan menambah antusias masyarakat Indonesia untuk mendukung para musisinya dengan cara membeli rilisan fisiknya, ya!

Editor : Alvin Bahar

Baca Lainnya

Latest