Follow Us

Kisah 13 Pelajar yang Menembus Hutan, Kabur dari Babi Putih, Demi Ujian Nasional

- Selasa, 10 April 2018 | 12:00
Demi Masa Depan, Rela Menembus Hutan
Hai Online

Demi Masa Depan, Rela Menembus Hutan

Berbeda dari monyet, anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis) memilih menghindar jika berjumpa dengan manusia, tetapi anoa yang memiliki anak biasanya lebih galak. Juga babi rusa (Babyrousa babyrussa) memilih menghindar jika mencium bau manusia. “Kalau monyet selalu ketemu saat di hutan,” kata Chrisnal Bunoko.

Yang paling ditakuti rombongan siswa ini adalah bertemu babi putih. Babi ini berbeda dari babi hutan lainnya yang berwarna gelap. Bila bertemu orang, babi putih ini langsung menyerang tanpa memberi ampun.

“Baru-baru ini salah seorang warga desa kami ada yang terluka di pantatnya karena diseruduk babi putih,” kata Ayinal Apita. Halangan dalam perjalanan tidak hanya itu, bagi Sri Rahmawati Rasadingi (27), guru Bahasa Indonesia, di bagian-bagian tertentu mereka harus menyusuri jalan tikus yang berada di pinggir jurang.

Jalan ini hanya pas dipijak oleh satu kaki. Jika nggak fokus, mereka bisa terperosok dalam jurang. Ia mengaku hanya bisa berjalan setengah jarak. Saat berangkat jam 6 pagi, ia memilih naik ojek hingga di jembatan penyeberangan Puhulongo. Sisa perjalanan ia lanjutkan bersama rombongan lain.

Jika rombongan sudah lelah, mereka memilih tempat beristirahat yang enak untuk meletakkan tubuh mereka. Bekal yang dibawa bisa disantap. Mereka harus memilih lokasi, jangan sampai bertemu ular di tengah rimba. “Jangan buang sampah sembarangan, apalagi pembalut wanita. Kita bisa celaka,” kata Sri Rahmawati Rasadingi mengingatkan yang lain.

Ia mengingatkan, di tengah belantara ini ada berbagai pantangan dan hal lain yang nggak diketahui, misalnya keberadaan orang Polahi yang masih dianggap mistis. Seusai istirahat sejenak, rombongan melanjutkan perjalanan. Kali ini mereka harus menepi di dinding tebing. Jalan hanya pas untuk satu orang, mereka berpegang pada akar atau batang semak untuk menjaga keseimbangan dan menghindari jurang di sisinya.

Naas bagi Chrisnal Bunoko, kakinya tersandung kayu yang mencuat di sisi tebing. Ia kaget, tubuhnya tak bisa diseimbangkan. Ia terguling jatuh ke jurang. Anggota rombongan lain kaget, yang laki-laki segera menolong sambil menuruni jurang. Saat kembali di atas jalan setapak, Chrisnal Bunoko meringis sambil memegangi lututnya, ada darah segar yang merembes di kulit bagian bawah tempurung lututnya.

“Saya lihat ia tersandung akar yang mencuat dan tiba-tiba ia terjatuh ke jurang,’ kata Zulkifli Datu, teman mereka.

Sejenak mereka beristirahat sambil memberi waktu bagi Chisnal Bunoko untuk menenangkan diri. Mereka pun melanjutkan perjalanannya. Riuh suara serangga, burung, dan satwa lain di hutan ini seakan memberi semangat kepada 13 siswa untuk terus belajar dan meraih cita-cita. Saat memasuki kawasan Hungayono, nesting ground peneluran burung maleo (Macrocephalon maleo), hati mereka sudah berbunga-bunga.

Nggak lama lagi mereka akan keluar dari rimba belantara dan menemukan desa pertama, Tulabolo. Semakin mendekati kampung, mereka berusaha mempercepat langkah, tatapan mata mereka yang kuyu dipergoki tarsius (Tarsius supriatnai) bermata besar, primata sekepalan tangan yang berteduh di pohon bambu. Puluhan jalak tunggir merah (Scissirostrum dubium) bergeming di sarangnya, kayu mati yang dipenuhi lubang, saat rombongan melintas di sisinya.

Saat berada di jembatan gantung terakhir Desa Tulabolo, wajah mereka semringah. Di depan mereka membentang jalan aspal, mereka bergesa naik mobil bak terbuka menuju rumah salah satu guru mereka di Suwawa. Segala lelah letih terbayarkan, mereka bergembira bisa naik mobil bak terbuka. Harapan dan kebanggaan mereka melambung tinggi karena menjadi peserta ujian nasional. Ini perjuangan besar untuk meraih pendidikan. “Cita-cita saya untuk menjadi guru terasa semakin dekat,” ujar Nurain Talib.

13 siswa ini nggak berkecil hati untuk mengikuti ujian nasional meskipun memegang komputer adalah peristiwa besar dalam hidup mereka. Memegang komputer terakhir kali dilakukan saat ujian semester ganjil lalu di SMK Negeri Suwawa. Waktu itu mereka pun jalan kaki sepanjang hari.

Source : kompas.com

Editor : Hai Online

Baca Lainnya

Latest