Follow Us

#HAIFiles 1995: Sehari Bersama Wulan Guritno 14 Tahun Yang Mulai Melejit Di Dunia Sinetron.

Rizki Ramadan - Rabu, 31 Mei 2017 | 05:43
Wulan Guritno saat 14 tahun di kamar tidurnya
Rizki Ramadan

Wulan Guritno saat 14 tahun di kamar tidurnya

Kabarnya, tak ada kegiatan berarti yang dilakukan kelompok itu. Kecuali sekali waktu mereka pernah berantem gara-gara memperebutkan seorang cewek kece. Ketikaditanyakan hal ini ke Wulan, ia mengaku hanya berteman biasa saja dengan beberapa dari mereka.

Tiba-tiba radio panggilnya bergetar. Wulan tersenyum ketika membaca isi pesan di radio panggil itu. Maklum, yang ngirim pacarnya. Isi berita mengatakan rencana keberangkatan mereka ke Semarang untuk (lagi-lagi) mengisi acara Pesta Pelajar majalah HAI. Dia lantas bergegas meletakkan pager-nya. "Sebentar ya, saya mau nelpon dulu," pintanya tersenyum.

Beberapa menit kemudian ia kembali bergabung, dan melanjutkan melahap sisa makanannya.

Wulan termasuk cewek yang nggak punya pantangan dalam makanan. Apa saja, hajar bleh. Bakso oke, somai hayo, hamburger boleh, pizza juga nggak nolak. Lalu, gimana cara kamu merawat kecantikan?

"Soal kecantikan juga saya nggak macam-macam deh.

Maksudnya, saya nggak punya resep tertentu dalam ngerawat badan atau wajah yang aneh-aneh."

Konon Wulan jarang menggunakan kosmetik atau alat kecantikan lain untuk memoles wajahnya yang memang sudah oke itu. Makanya, untuk merias wajah Wulan cuma perlu waktu lima menit saja. Paling ia makan vitamin C sebelum berangkat tidur.

Setelah melahap Pizza Hut, Wulan mengaj ak HAI ke pertokoan Grand Duta. Apalagi kalo bukan bukan untuk main dingdong kegemarannya.

la menjajal permainan jenis Virtually. Dari situ ia pindah ke permainan balap mobil, dan menantang HAI adu kecepatan. Tapi ia nampak gemas ketika HAI berhasil mengalahkannya. Lalu dimasukannya tiga koin berikut. Hasilnya tetap memble.

Sekali nongkrongdi sana ia biasa menghabiskan uang jajan 20 ribu. "Tapi teman gue ada Iho, yang sampai menghabiskan 200 ribu," katanya enteng.

Tak terasa, jam sudah menunjukkan pukul 20.00. Kalo saja tak diingatkan, mungkin Wulan bakal mencoba lagi dingdong lain. Abis, jenis permainan ini emang suka bikin lupa waktu. "Sori ya," katanya dengan muka tanpa dosa. "Yuk, ah!"

Wajahnya masih tampak segar, padahal kami sudah seharian mengitari sebagian wilayah Jakarta Selatan. Dia melompat ringan dari kendaraan kami. Tubuhnya yang mungil kemudian lenyap di balik pintu pagar rumahnya yang berdiri kokoh, membisu. Kini lampu-lampu di teras rumahnya yang asri telah menyala. Sunyi. Anggun.

Editor : Rizki Ramadan

Baca Lainnya

Latest