Follow Us

Review Film Galih & Ratna: Kemasan Idealis vs Realis Remaja Yang Dikemas Asik Nan Manis

- Rabu, 01 Maret 2017 | 05:00
Review Film Galih & Ratna: Kemasan Idealis vs Realis Remaja Yang Dikemas Asik Nan Manis
Hai Online

Review Film Galih & Ratna: Kemasan Idealis vs Realis Remaja Yang Dikemas Asik Nan Manis

“Kenapa tante selalu bahagia gini, sih? Padahal kan tante tinggalnya sendiri.” tanya Ratna ke tantenya yang kelihatan selalu ceria.

“Karena tante milih untuk bahagia. Fokus ke hal-hal yang bikin tante happy bukan ke hal-hal yang seharusnya bikin tante happy,” jawab sang tante santai namun memasang raut prihatin.

“Ibuku udh ninggalin aku, bapak udah nggak ada di sini, bahkan Galih pun menjauh dari aku,” tanggap Ratna lirih dengan muka jutek bin pasrah.

Itulah sepenggal percakapan antara Ratna dan tantenya, yang belum lama tinggal serumah.

Yap, dari Jakarta, Ratna (Sheryl Sheinafia) diminta pindah ke Bogor sama ayahnya (Hengky Tornando), dan tinggal bareng sang tante (Marissa Anita) yang tiap hari selalu aja kelihatan ceria dan bahagia. Wanita yang konon tinggal sendiri ini, bener-bener kelihatan nggak ada galau-galaunya, nggak ada sedih-sedihnya.

Awalnya, Ratna nggak begitu suka waktu disuruh tinggal bareng tantenya itu. Apalagi, ia juga kudu pindah sekolah dari Jakarta ke Bogor. Tapi, semua keadaan menjadi terbalik, tatkala Ratna ketemu sama cowok pinter, ganteng, dan idealis, bernama Galih (Refal Hady). Seorang murid subsidi silang, cowok berzodiak Scorpio yang misterius, serta punya latar belakang keluarga yang nggak se-mampu keluarga Ratna.

Tertarik sejak pandangan pertama, Ratna dan Galih pun saling jatuh cinta diam-diam, sampe akhirnya Galih ngeberaniin diri ngasih mixtape ke Ratna, dan Ratna pun nganggep itu sebagai surat cinta. Setelahnya, udah bisa ditebak, mereka berdua jadian dan ngejalanin hari demi hari dengan rasa bahagia. Bikin yang nonton bisa-bisa baper pol-polan, apalagi kalo kamu masih jomblo dan ngejer-ngejer si dia… Eh…

Saking manisnya, Galih pun, dengan idealismenya yang tinggi buat mempertahankan toko musik peninggalan sang ayah, ngedapetin respon dan dukungan penuh dari sang pacar. Sayang, di zaman era digital dan dipenuhi generasi milenial macam sekarang, mereka berdua punya prinsip yang berbeda soal hal-hal kehidupan yang hakiki nan mendasar. Galih dan Ratna pun harus melewati masalah dan kegalauannya sendiri, sampe suatu hari Ratna curhat ke tantenya, dan menghasilkan dialog sebagaimana kami kutip di awal tulisan ini.

Dibandingkan film remaja lainnya, Galih & Ratna berhasil hadir menjadi suguhan yang teramat relate sama kita yang masih duduk di bangku SMA. Meski mungkin kita udah jarang banget ketemu sama orang yang masih mertahanin kaset pita buat didengerin, tapi seenggaknya pasti ada di antara temen-temen kita yang cukup…katakanlah idealis. Bener, nggak?

Pun, sosok Galih dan Ratna dengan kisah cintanya yang penuh bunga-bunga, masalah, plus romantika remaja, berhasil bikin penonton ikutan baper dan matanya berkaca-kaca. Penampilan Joko Anwar sebagai guru sekolahnya Galih dan Ratna, plus Indra Birowo yang jadi salah seorang supir angkot di Bogor, apik banget dalam menghadirkan adegan dan dialog yang lucu. Sehingga, nggak cuma berhasil dibikin tersedu-sedu, tapi kita juga sanggup “dipaksa” ketawa terbahak-bahak, sampe bikin kepala ngilu.

Secara keseluruhan, film Galih & Ratna mampu mengemas sebuah kisah cinta yang menyertakan pertentangan seorang idealis dengan realita yang ada di hadapannya. Film ini menampilkan bahwa, nggak selamanya idealisme yang kita pegang, bisa didukung dan diterima semua orang. Bahkan, di saat sekarang, udah terlalu banyak cara-cara praktis dan prinsip-prinsip yang bisa menentang kita ngejalanin idealisme yang kita pegang. Dan itulah yang ditampilin di film arahan Lucky Kuswandi ini.

Rasa-rasanya, sih, ada cukup banyak pesan yang pengen disampein film ini ke anak-anak muda di generasi sekarang, meski ceritanya sendiri didasarkan pada sebuah novel yang cukup lawas, Gita Cinta dari SMA dari Eddy D. Iskandar. Bukan hanya soal idealism anak muda, tapi film ini juga secara halus menyindir kita yang makin hari makin ngelupain esensi perjuangan, pengorbanan, dan selalu terkungkung dalam sesuatu yang praktikal.

Editor : Hai Online

Baca Lainnya

Latest