Follow Us

Interpreter: Bukan Jadi Penerjemah, Cuma Kerja Paruh Waktu, Tapi Gajinya Puluhan Juta Rupiah!

Alvin Bahar - Rabu, 23 November 2016 | 14:00
Interpreter
Alvin Bahar

Interpreter

Tonton film The Interpreter (2005) yang dibintangi aktris cantik Nicole Kidman deh. Dalam film itu, Kidman memerankan karakter Sylvia Broome, seorang interpreter alias juru bahasa untuk seorang presiden sebuah negara Afrika di markas PBB New York.

Seperti sebutannya, tugas interpreter adalah menginterpretasikan, bukan menerjemahkan, semua materi yang disampaikan agar dipahami para peserta yang menggunakan bahasa yang berbeda dari pembicara. Profesi jadi juru bahasa merupakan sebuah pekerjaan yang menarik dengan penghasilan yang lebih dari lumayan lho. Sayangnya, profesi juru bahasa masih terbilang langka di Indonesia dan bisa dikatakan bukan jadi cita-cita banyak orang.

"Tentu saja (jadi interpreter) bukan cita-cita sebab selama sekolah hingga kuliah saya nggak pernah dengan profesi juru bahasa atau interpreter ini," kata Indra Damanik, seorang interpreter, kepada Kompas.com belum lama ini.

Indra justru pernah menimba ilmu di Institut Teknologi Bandung (ITB). Sayangnya dia tak menyelesaikan kuliahnya di ITB dan kemudian memilih mengajar bahasa Inggris di sebuah lembaga kursus ternama di Jakarta.

"Setelah tiga tahun mengajar, ada teman yang mengajak untuk mencoba jadi juru bahasa, itu awalnya. Bahkan sebelumnya saya nggak tahu ada profesi semacam ini," katanya.

Profesi menantang

Pekerjaan jadi juru bahasa, menurut Indra, sangat menyenangkan karena dia selalu terhubung dengan hal-hal dan orang-orang baru. Salah satu pengalaman yang paling diingatnya adalah kali pertama jadi interpreter, Indra langsung terlibat dalam pelatihan untuk anggota Densus 88 di Megamendung, Jawa Barat.

"Saat itu pelatihnya dari Amerika para mantan tentara dan SWAT (satuan khusus kepolisian di AS)," kenang Indra.

Indra mengisahkan, para mantan tentara dan SWAT itu saat memberikan materi hampir setiap kalimat diselipi kata-kata makian. Awalnya, mereka ingin semua perkataan yang mereka keluarkan disampaikan apa adanya kepada peserta pelatihan.

"Tapi saya jelaskan, saya tidak bisa menerjemahkan semua kata karena khawatir malah bisa timbul perselisihan," ujar Indra.

"Saya katakan kepada mereka, para peserta paham jika para pelatih itu marah atau memberikan instruksi," tambah dia.

Mengenai masalah ini, seorang interpreter lain bernama Fajar menimpali, memang pekerjaan juru bahasa itu tidak menyampaikan kata demi kata dari seorang narasumber.

"Kami bukan seperti penerjemah tulisan yang punya tenggat waktu longgar, bisa buka kamus, internet atau bertanya. Kami tak punya kemewahan itu," papar Fajar.

"Kami harus bekerja cepat, mendengarkan si narasumber lalu menyampaikan apa yang dikatakannya kepada pendengar," lanjut Fajar.

Sehingga, sebelum memulai sebuah pekerjaan, para interpreter membutuhkan waktu untuk mempelajari materi yang akan disampaikan.

"Biasanya penyelenggara akan memberikan bahan bacaan satu atau dua hari sebelum acara dimulai agar kami cukup memahami apa yang akan disampaikan," kata Indra.

Indra Damanik dan Fajar Perdana saat tengah bertugas menjadi juru bahasa di sebuah acara yang digelar badan PBB urusan kriminalitas dan narkotika (UNODC) di Jakarta belum lama ini. Foto: Ervan Hardoko/Kompas.com

Cukup menjanjikan

Pertanyaan terpenting untuk setiap profesi adalah apakah penghasilan dari pekerjaan ini cukup layak? Apalagi sebagian besar interpreter ini adalah para freelance.

Fajar Perdana mengatakan, tarif seorang interpreter memang sangat dipengaruhi pasar. Namun, juga tergantung sang interpreter itu menghargai kemampuan dan pengetahuannya serta risiko.

"Kadang-kadang lupa bahwa pekerjaan ini ada risikonya, baik dari sisi hukum, keselamatan," tambah dia.

Soal tarif, Fajar menjelaskan, meski belum spesifik mereka menggunakan standar ongkos terjemahan dan kejurubahasaan yang diterbitkan Kementerian Keuangan.

"Kalau bahasa yang susah misalnya Rusia, Mandarin, atau Swahili tarifnya bisa mencapai Rp 8-10 juta sehari artinya delapan jam kerja," kata Indra Damanik.

"Kalau bahasa Inggris antara Rp 2,5 juta-Rp 6 juta sehari, karena paling umum. Dan setiap bekerja harus berpasangan agar tidak mengganggu konsentrasi," tambah Indra.

Para juru bahasa ini tidak selalu harus dipekerjakan untuk satu hari penuh. Namun, jika bekerja di bawah delapan jam maka tarif akan disesuaikan.

Namun, Indra mengatakan, profesi ini belum terlalu banyak diketahui masyarakat Indonesia meski penghasilan yang diperoleh cukup menjanjikan.

"Banyak guru dan senior saya yang sudah sangat lama menjalani profesi ini membuktikan pekerjaan ini bisa membuat dapur 'ngebul', enggak mepet-mepet amatlah," kata Fajar.

"Masih bisa main dan menabung, asal jangan kawin dulu," tambah Indra tergelak.

"Hal terutama yang harus diperhatikan adalah menjaga kualitas, karena pekerjaan ini sangat berbasis dengan kepercayaan. Sekali kita tak dipercaya, maka selesailah kita," Fajar menegaskan.

Jadi, apa kamu berminat untuk jadi interpreter?

YouTube HAI

Editor : Alvin Bahar

Latest