Follow Us

Selain Karena IPK Jeblok, Ini 5 Alasan Mahasiswa Drop Out. Jangan Sampe Terjadi Di Perkuliahanmu!

Rizki Ramadan - Senin, 18 Desember 2017 | 12:15
Antara karena bermasalah, atau asik sama dunia sendiri. Itu alasan mahasiswa di drop out
Rizki Ramadan

Antara karena bermasalah, atau asik sama dunia sendiri. Itu alasan mahasiswa di drop out

HAI-online.com - Sebagai mahasiswa, lulus yang ideal itu nggak kecepetan dan nggak kelamaan, sekitar empat sampai lima tahun. Tapi, karena “tersangkut” beberapa faktor internal dan eksternal, beberapa dari mereka memutuskan untuk Drop Out (DO) sebelum mendapat gelar Sarjana atau ketika berada di tengah semester.

“Masalah-masalah yang dihadapi mahasiswa seperti pengaturan waktu, tidak paham mengenai cara belajar efektif, kurang dapat berkonsentrasi, tidak mengetahui standar tuntutan terhadap tugas, dan kebiasaan belajar yang tidak mendukung, dapat menyebabkan rasa cemas, ketegangan, konfl ik, dan frustasi. Bila tidak segera diatasi atau diberikan bantuan, dapat menyebabkan keterlambatan masa studi atau kegagalan dalam studi.” jelas Dr. Tjut rifameutia umar Ali, M.A., psikolog – Wakil Dekan Fakultas psikologi universitas Indonesia

Sebenarnya, apa aja sih yang menyebabkan DO selain nilai IPK yang berada di bawah standar kelulusan?

(BACA: Mendadak Bokek? Ini 6 Tips Minta Uang Jajan Tambahan Ke Orang tua )

1. Salah Jurusan

Kasus DO terbanyak yang pernah ditangani oleh Ina Liem, seorang pengamat pendidikan, adalah salah jurusan. Nggak melulu karena disuruh orang tua, banyak juga karena inisiatif sendiri. Contoh, ada anak yang sudah mengambil jurusan Teknik Mesin, kemudian DO, pengin pindah jurusan karena IPK dia selama 2 tahun belum mencapai 3 koma. Ketika dia pindah ke Sastra Indonesia, nilai di semua matkul meningkat dan dia bisa dapat IPK 3,5, serta lulus cumlaude.

2. Salah Universitas

“Jurusannya, sih, udah tepat. Tapi, dia memilih universitas hanya berdasarkan ranking, yang mana orientasinya lebih ke research atau penelitian. Sedangkan anak ini ingin lebih banyak praktikum ketimbang teori.” beber Ina ketika HAI wawancara melalui telefon. Jadi, jangan terpacu pada kampus yang memiliki rating baik. Universitas yang memiliki ranking baik belum tetntu memiliki akreditasi baik juga di tiap fakultasnya.

3. Terlalu Aktif dalam Berkomunitas/UKM Nah! Ini dia kasus umum yang juga banyak ditemukan oleh para pakar pendidikan di Indonesia. Tjut Rifameutia, dosen dan psikolog Universitas Indonesia, mengatakan bahwa tingginya minat mahasiswa yang ingin ikut terlibat dalam organisasi, baik itu di kampus maupun di luar kampus, adalah wajar karena masa kuliah itu adalah masa di mana mahasiswa akan menemukan jati dirinya.

“Karena, mindset mahasiswa, dengan ikut berorganisasi, ia bisa bertukar pikiran, menyalurkan minatnya di bidang sosial, melatih mental dan berfikir kritis, serta belajar leadership.” ungkap Ibu Tia ketika ditanya soal manfaat berorganisasi di kampus. Saking fokusnya dengan komunitas, ada yang memutuskan untuk menunda kelulusan, ada yang ambil cuti, ada pula yang memprioritaskan kegiatan organisasinya di atas kuliahnya. Alhasil, mereka harus kena DO atau minimal dapat Surat Peringatan (SP) terkait waktu kuliah mereka.

4. Kuliah Sambil Kerja Banyak mahasiswa yang mencoba peruntungan dengan berwirausaha untuk sekadar menambah uang jajan atau membantu perekonomian keluarga. Masih muda tapi udah punya usaha sendiri emang keren, sih. Apalagi kalau hasilnya berkelas, nggak ada yang perlu dikhawatirkan ketika lulus nanti. Tapi, kebanyakan, mahasiswa yang udah mengenal dunia kerja bakal susah move on dari tanggungjawab barunya ini.

Terlebih, kalau pekerjaan sambilan ini merupakan pekerjaan terikat kontrak dengan sebuah pihak dan bisa kasih jaminan buat keberlangsungan hidup keluarga. Mau nggak mau, doi harus mampu menunjukkan profesionalitasnya di dunia kerja agar hasil yang didapatkan juga nggak sia-sia. Ujung-ujungnya, kuliah mereka jadi terbengkalai dan memutuskan DO.

5. Bermasalah Dengan Kehidupan Kampus

Masalah yang dihadapi oleh mahasiswa semester awal adalah penyesuaian diri dan hubungan sosial di kampusnya. Tjut Rifameutia memaparkan, berdasarkan psikologis remaja, banyak mahasiswa yang duduk di bangku semester 3-5 masih kesukaran dalam mencari teman. Ketika mereka harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru yang dirasa asing karena baru keluar dari zona nyaman ketika SMA.

“Nggak bisa menemukan teman dengan tipe seperti di SMA dulu, berbeda pemikiran, beda atmosphere lingkungan kampus dan tempat tinggalnya. Apalagi bagi yang tinggal di asrama, anak rantau. Alhasil, mereka memutuskan untuk ambil DO karena nggak betah dengan lingkungannya.” tutup Meutia

Editor : Rizki Ramadan

Latest